Berbagi Berita Dan Informasi

16 January 2014

Harimau Jawa Ternyata Belum Punah

“Kami masih meyakini Harimau Jawa belum punah, dan 2014 ini adalah tahun resolusi semoga bisa terbukti bahwa harimau Jawa masih ada.”


Harimau Jawa
Harimau Jawa (Panthera tigris sondaica). Foto: Andries Hoogerwerf (wikipedia)
Semangat inilah yang memantik sejumlah peneliti, akademisi, bersama dinas terkait yang masih meyakini keberadaan harimau Jawa di tanah asalnya, dalam sebuah kegiatan bernama “Sarasehan Harimau Jawa 2013” yang diselenggarakan oleh Balai Taman Nasional Meru Betiri (BTNMB).

Meskipun Harimau Jawa sudah diklaim punah oleh International Union for Conservation of Nature (IUCN) tetapi pada Sarasehan Harimau Jawa 2013 di Jember tersebut menghasilkan rekomendasi bahwa Harimau Jawa diyakini masih ada (belum punah) yang berdasarkan dari hasil penelusuran dan penelitian sejak tahun 1997 hingga 2012 masih menemukan jejak, cakaran, dan kotoran dari Harimau Jawa. Selain itu, banyaknya testimoni tentang adanya perjumpaan oleh masyarakat terhadap fisik Harimau Jawa.

Satwa ini (Harimau Jawa) dianggap berasal dari lembah Tigris yang kemudian menyebar hingga ke Bali melewati rentang waktu ribuan tahun. Adanya perubahan tinggi permukaan air laut dan fragmentasi antar populasi, menjadikan spesies harimau loreng dikenal dengan 8 sub-spesies. Saat ini tiga sub-spesies, yaitu harimau Kaspia, harimau Bali dan Harimau Jawa sudah dianggap punah.
Peta-Sebaran-harimau-jawa

Wahyu Giri Prasetya dalam presentasinya berjudul “Mengapa Kami Menolak Harimau Jawa Punah” memaparkan bahwa harimau Jawa belum bisa dikatakan punah. Dalam materinya fakta temuan selain dari foto masih ditemukan. Laporan pembunuhan dan sisa pembunuhan masih terus didapat. Selain itu, metode pemantauan konvensional ada banyak kelemahan. Contohnya, pemasangan kamera di TN Meru Betiri masih dalam jumlah yang terbatas sekali, dan tidak dilakukan penelitian dalam 2 kali siklus umur secara terus menerus, dan juga lokasi penelitian yang ada masih terbatas di Meru Betiri.

Pada tahun 1974, penelitian Seidensticker dan Sujono di Taman Nasional Meru Betiri (TNMB), Jawa Timur memperkirakan Harimau Jawa tinggal 3-4 ekor. Berikutnya riset WWF di tempat yang sama tahun 1994, ternyata menunjukan hasil nihil. Kamera trap sistem injak yang dipasang tidak memotret satupun sosok Harimau Jawa. Selam ini TNMB terlanjur ditetapkan menjadi habitat terakhir Harimau Jawa. Sehingga, kesimpulan punah muncul pada Desember 1996, CITES memutuskan vonis punah.

Jika mengacu pada Steidensticker & Soejono, yang menyatakan punah pada tahun 1976 di Suaka Margasatwa Meru Betiri. Maka dengan usia harimau berkisar 25 tahun dikalikan dua kali umur rata-rata maka Harimau Jawa baru bisa dikatakan punah pada tahun 2026. “Jadi terlalu dini dan tak kuat dasar pernyataan punah bagi harimau Jawa,” kata Wahyu Giri Prasetya.

Kepunahan Harimau Jawa muncul akibat laporan World Wildlife Fund (WWF) pada tahun 1994 yang melakukan penelitian selama satu tahun di TN Meru Betiri seluas 58.000 ha. Akibat pernyataan punah dari WWF dan dikuatkan oleh Dirjen Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam (PHKA), maka setiap ada pelaporan perjumpaan harimau Jawa oleh masyarakat selalu dianggap cerita mitos. Selain itu pemerintah melalui  PHPA Departemen Kehutanan sepakat atas klaim punah tersebut.

Implikasi dari pernyataan punah harimau Jawa sangatlah besar terutama pada pengelolaan dan tata guna kawasan. Wahyu Giri menambahkan,  fakta di Jember, pasca ada pernyataan punah harimau Jawa di buku aksi konservasi untuk harimau sumatra, tidak lama berselang muncul kuasa pertambangan (PT Hakman), yang salah satu petaknya mencaplok sebagian Taman Nasional Meru Betiri, tahun 2000 muncul ijin eksplorasi dari PT. Jember Metal dan Banyuwangi Mineral (satu perusahaan) yang luasanya mencaplok seluruh Taman Nasional Meru Betiri.

“Dan yang mengkhawatirkan lagi adalah perburuan terhadap harimau Jawa semakin bebas (karena sudah dianggap punah),” kata Wahyu Giri.
Harimau-Jawa-javantiger.or_.id_
Perburuan harimau Jawa di masa lalu. Foto: Javantiger.or.id
Didik Raharyono yang juga peneliti harimau Jawa yang juga hadir dalam sarasehan harimau Jawa dalam artikelnya berjudul “Sejarah Penyelamatan Harimau Jawa Dan Masa Depannya di Meru Betiri” dijelaskan bahwa harimau loreng hampir mendiami seluruh Pulau Jawa yang masih berselimutkan hutan tropis lembab. Hanya saja setelah kebijakan tanam paksa dari kolonial Belanda, merombak hutan tropis dataran rendah -habitat ideal bagi harimau loreng- menjadi perkebunan tebu dan jati sehingga memunculkan konflik dengan satwa liar.

Di tahun 1971 Hoogerwerf meneliti SM Meru Betiri menggunakan metode pengamatan lapangan dan menyatakan masih eksisnya harimau Jawa di kawasan ini. Lalu Steidensticker mempertajam penelitian guna penguatan status konservasinya di tahun 1976 menggunakan metode amatan lapang. Berikut penelitian oleh Silva IPB tahun 1987 yang juga masih mencatat temuan cakaran, feses dan jejak harimau loreng juga masih menggunakan metode amatan lapang.

“Perjumpaan dengan harimau loreng juga masih dituturkan masyarakat lokal pemanen hasil hutan di TN Meru Betiri hingga tahun 2010. Dan Masyarakat diluar TNMB hingga tahun 2013,” kata Didik Raharyono.

Catatan Didik Raharyono dalam penelusuran dan investigasi Harimau Jawa sudah dilakukan sejak November 1997 di Taman Nasional Meru Betiri (TMMB) yang dilakukan oleh BTNMB, PIPA dan MMB.
Plater-cast-Javan-Tiger-1997
Platter cast harimau Jawa tahun 1997. Foto: Didik Raharyono
Tahun 1999, Balai Konservasi Sumber Daya Aalam (BKSDA) Jatim II, MMB, FK3I, merambah kawasan Gunung Merapi Ungup-ungup, Ijen, Rante, Panataran dan Raung. Penelusuran dilakukan oleh 8 regu, masing-masing regu beranggotakan 4 hingga 5 orang selama 15 hari di dalam hutan. Hasil penelusuran tersebut ditemukan bukti keberadaan harimau Jawa di Gunung Raung, Panataran dan Ijen berdasarkan temuan rambut yang terselip di luka cakaran dan kotoran.

April 1999 Pendidikan Lingkungan Kapai membongkar kelebatan hutan Gunung Slamet sisi Barat dan Selatan selama 15 hari. Hasil temuan berupa cakaran di pohon dengan rambut yang terselip, juga kotoran dan jejak. Keberadaan harimau Jawa di Gunung Slamet diperkuat oleh penuturan masyarakat Pekuncen yang telah membunuh Harimau Loreng tahun 1997. Rambut dari kulit harimau Loreng sisa pembunuhan tahun 1997 berhasil diidentifikasi menggunakan mikroskop elektron sebagai rambut harimau Jawa.

Data lainnya didapat dalam pemantauan yang dilakukan bulan Februari sampai Maret 2000 di Gunung Slamet selama satu bulan penuh. Meskipun perjumpaan langsung dengan Harimau Jawa belum terjadi, setidaknya cakaran dan rambutnya diklaim berhasil ditemukan. Keyakinan tersebut dikuatkan penduduk pengambil kayu di hutan bahwa harimau Loreng sering mengikuti jalan setapak yang dibuatnya. Saat berpapasan terlihat acuh, oleh penduduk Harimau Loreng disebut “Macan Budeg”.

Desember 2000 penelusuran informasi perjumpaan harimau Loreng di Gunungkidul bersama Jagawana dari BKSDA DI.Jogjakarta. Meskipun bukti temuan menunjukkan bekas aktivitas macan tutul, namun beberapa kepala dusun menyakini bahwa masih sering dijumpai harimau loreng saat musim kemarau atau ketika ada warga yang meninggal. Lama penungguan di makam yang baru dikubur berkisar dari 7 sampai 20 hari. Keberadaan Harimau Loreng di Gunungkidul dikuatkan oleh temuan cakaran di batu cadas penutup mulut song Bejono di Ponjong yang menjadi tempat persembunyiannya.

Agustus 2001, lewat informasi terbunuhnya harimau loreng di lereng Utara Gunung Muria Jawa Tengah, mandor PT Perhutani meyakini masih melihat tulang belulang loreng yang baru saja dibantai warga. Data penguat terakhir adalah penuturan dari Pecinta Alam UMK saat melakukan pengembaraan di lereng selatan Gunung Muria, berpapasan dengan harimau Loreng bertubuh besar dan sempat disaksikan oleh satu regu yang terdiri dari 6 orang. Pecinta Alam dari Solo (Dinamik Faperta UNS) melaporkan pernah berpapasan dengan macan loreng di Lawu tahun 1998 dan disaksikan semua anggota tim SRU sekitar 5 orang saat berlatih SAR.

Tahun 2004 juga dijumpai feses harimau Jawa dengan diameter sekitar 7 cm dan tahun 2006 ada kesaksian perjumpaan dari TNI.

Tahun 2008 ditemukan sampel kulit harimau loreng yang dibunuh dari Jawa Tengah. Tahun 2008 juga menjumpai sisa kuku yang masih ada darah milik harimau Jawa yang dibunuh dari Jawa barat.

Tahun 2009 didapat sampel kulit lagi harimau yang dibunuh di Jawa Timur. Secara mikroskopis, untuk rambutnya sudah menunjuk ke harimau loreng dan bukan tutul; tetapi perlu analisis lebih lanjut ke tingkat DNA, yang saat ini sedang dipersiapkan.

Tahun 2013, kami mendapatkan potongan bulu Harimau Jawa, dari Jawa Timur "kata Didik Raharyono".
Feses-Javan-tiger-1998
Feses harimau Jawa tahun 1998. Foto: Didik Raharyono
(Nukurinx Blog-mongabay.co.id)

Popular Posts

Recent Posts

Blog Archive

Powered by Blogger.

Ikuti Kita

Recent Post

Blogger Tips and TricksLatest Tips For BloggersBlogger Tricks